Sunday, August 7, 2011

Selamat milad Bapak

Edit Posted by with No comments
51 years old, 7th August 2011

Hai engkau...
yang menjelma berkah untuk semesta ini
menjejak penuh kharisma
matahari pagi sepanjang hidup kami

Hai engkau...
yang mengajar kami
kesempurnaan mencicip rasa
bukan hanya mengakrabi tawa
tapi juga memahami duka
dan itu karena kau cinta

Hai engkau...
yang selalu ingin kami tukar riuh peluhmu,
dengan air melati yang jernih
dengan kelopak mawar yang wangi
dengan tanjung yang merekah putih
dengan apapun yang indah untuk dirimu
tapi tak cukup, tetap tak tertukarkan
tetap saja peluhmu yang paling jernih
tetap saja peluhmu yang paling wangi
tetap saja peluhmu yang paling putih

Hai engkau...
kami hanya punya setumpuk cita
kami kejar agar kau bangga
kami juga punya senyum dan cinta
rajuk manja, dan peluk mesra
kami tumpahkan untukmu
tanpa kenal masa
dan pastinya kami punya untai-untai doa
semoga kau selalu dicintai Sang Penguasa

Hai engkau
selamat hari lahir ke 51
senja memang
tapi kami tahu kasih sayangmu
takkan berhenti karena senja

Hai engkau
terima kasih

Dari kami, yang selalu mengelilingimu
seperti planet-planet yang setia pada tata surya
ibu yang tegas, yaqub yang bandel, dan emy yang terkadang keras kepala :)

Umi... i proud of you...

Edit Posted by with No comments


Ahad, 7 Ramadhan 1432 H

Pagi itu, saya bersama umi yang bangun lebih dahulu untuk menyantap makanan sahur :). Awalnya kami sambil mengobrol-ngobrol ringan, sampai akhirnya saya bercerita kalau bulek (adik ibu saya) sering bertanya tentang bahasa Inggris lewat sms. Bulek biasa menanyakan hal ini ketika sambil mengajari anaknya (keponakan saya) mengerjakan PR. Ya, kalau dihitung-hitung hanya seangkatan saya ke bawah yang bisa belajar bahasa Inggris dengan lebih baik, heheh... walau sebenarnya juga tidak pandai-pandai amat :D. Maklum, anak-anak simbah hanya tamatan SMP, SD saja. Hingga obrolan kami mengarah ke ibu, beliau bercerita bagaimana perjuangan beliau ketika mempertahankan untuk tetap bersekolah.

Kalau dari cerita beliau, kakek (almarhum) memang orang yang sangat kolot, dan karena memang basicly dari keluarga yang pas-pasan, beliau takut kalau sekolah hanya akan menghabiskan biaya. Beliau juga beranggapan bahwa perempuan ujung-ujungnya hanya di dapur (memang benar-benar kolot). Tapi, ibu berusaha mematahkan pendapat bapaknya itu. Beliau nekat ingin melanjutkan sekolah ke jenjang SMP. Dengan dibantu kakak perempuan (bude), seharga Rp 21.000,- akhirnya beliau mendaftar di sekolah terfavorit di kabupaten daerah kelahirannya. Uang sebesar itu jaman dahulu sudah cukup untuk bersekolah selama 3 tahun kata beliau, tidak perlu biaya tambahan apa-apa lagi. Ketika mendaftar, sampai tes ujian masuk sekolah pun beliau tidak menceritakannya kepada orang tua. Tahu-tahu sudah diterima dan masuk sekolah (subhanalloh...).

Karena dari orang tua sudah tidak mengijinkan dari awal, maka uang sakupun ibu juga mencari sendiri. Beliau sekolah sambil bekerja dengan menjadi buruh batik (hmm... ternyata ibu bisa membatik). Hasil dari buruh batik beliau tabung dan beliau pakai untuk uang saku sekolah sehari-hari. Dahulu makanan dan jajanan masih sangat murah kata beliau. Ada yang Rp 1,- ada juga Rp 5,- Rp 25,- Rp 50,- itu sudah dapat makanan jajanan sekolah. Biaya SPP pun hanya Rp 1.000,- . Hmm... sungguh berubah jaman sekarang apa-apa mahal :D. Karena ibu juga masih punya dua orang adik, maka uang yang dihasilkan beliau pun juga dibagi untuk membantu menyekolahkan adik-adiknya ketika beliau sudah bekerja lulus dari SMP. Sungguh perjuangan yang tidak terhitung, sangat mandiri sekali ibu, hmm... saya harus bisa meneladaninya. Terkadang saya malu, sudah sebesar ini belum bisa membuat orang tua tersenyum, yang ada cuma minta-minta-minta dan minta :D.

Salah satu yang bisa membuat saya selalu bersemangat dalam apapun (selagi itu kebaikan) adalah mengingat orang tua saya. Perjuangan, pengorbanan dan semangat kerja keras pantas sekali diteladani. Menjadi anak yang bisa memberikan yang terbaik untuk orang tua adalah cita-cita saya khususnya dan semua anak pada umumnya.
Di dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan bahwa ketika sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma melihat seorang menggendong ibu untuk tawaf di Ka’bah dan ke mana saja ‘Si Ibu’ menginginkan, orang tersebut berta kpd, “Wahai Abdullah bin Umar, dgn peruntukanku ini apakah aku sudah membalas jasa ibuku.?” Jawab Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma, “Belum, setetespun engkau belum dpt membalas kebaikan kedua orang tuamu” [Shahih Al Adabul Mufrad No.9]
Subhanalloh... kita tidak akan bisa membalas semua jasa-jasa dari orang tua kita :).